Monday, July 19, 2010

Kepada Seniman Universal

PADA 7 Februari 2008, di Pusat Dokumentasi HB Jassin, Oey Hay Djoen berbicara dalam acara “Mengenang Setahun Wafatnya Klara Akustia”. Dia bersedia, meski awalnya enggan ngomong soal Lekra –hal yang tak bisa dihindarkan ketika membicarakan sosok A.S. Dharta, karena sadar ada banyak anak muda yang ingin mengintip sekelumit sisi sejarah ini. Di sinilah Om Saman –begitu biasa saya menyapa– bicara soal Lekra dan tentu saja Dharta.

“Melihat sosok Dharta jangan semata-mata melihat puisi-puisinya. Juga yang justru penting adalah esai-esai sastra yang dia tulis,” ujarnya.


Dan Om Saman pula yang mendorong saya mengumpulkan dan menerbitkan tulisan-tulisan Dharta.

A.S. Dharta (1924-2007), seorang sastrawan-cum-politisi kelahiran Cibeber, Cianjur. Pernah menjadi anggota Konstituante pada masa Orde Lama. Ia juga sekretaris jenderal pertama Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) dan redaktur Zaman Baru, penerbitan resmi Lekra, serta pendiri dan rektor Universitas Kesenian Rakyat di Bandung. Karya utama: Rangsang Detik, sajak-sajak 1949-1957.

Pengumpulan esai-esai Dharta dilakukan sejak saya mengenal Dharta dan sering bertandang ke rumahnya untuk berdiskusi. Esai-esai pertama yang tersedia, dan masih dalam bentuk ketikan, justru esai-esai awal dan terpenting Dharta: “Angkatan 45 Sudah Mampus” dan “Kepada Seniman Universal”. Selebihnya, dibantu sejumlah teman dan kerabat, saya lacak di Perpustakaan Nasional dan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin.

Esai-esai Dharta terutama dimuat di Gelombang Zaman, Spektra, Zaman Baru, Harian Rakjat, dan Bintang Timur –atau setidaknya kami memfokuskan pencarian di media-media tersebut. Ini persoalan efisiensi saja, meski ada kemungkinan esai yang dimuat di media di luar itu. Misalnya, esai di sebuah majalah di Makassar, Berita Kebudayaan.

Esai-esai itu kemudian saya seleksi dan menjadikannya sebuah buku dengan judul Kepada Seniman Universal, yang diterbitkan oleh Ultimus, Bandung.

Kepada Seniman Universal
Kumpulan Esai Sastra A.S. Dharta
Editor: Budi Setiyono
Peneliti: Amat, Imam Shofwan, Iratasty Sidharta, Ratih Purwasih, Trully Hitosoro
Desain sampul: Dhany A.
Penerbit: Ultimus
Tahun terbit: Juli 2010

Saya bikin kata pengantarnya. Jika di buku Rangsang Detik saya ulas proses kreatif puisi-puisinya dalam "Keremajaan Klara Akustia", kali ini saya mencoba menghadirkan kembali pemikiran dan perdebatan yang muncul di tahun 1950-an, dalam tataran konseptual, ketika kepentingan politik belum muncul dan saling serang tidak dijadikan senjata. Saya juga mengaitkannya dengan perlunya dialog sejarah, bukan semata untuk generasi tua yang masih berseteru, tapi juga dengan generasi sesudahnya.*

3 comments:

maswardi said...

salam kenal kang

Kemah Ketjil MadewanTi said...

mas buset, aku padamu rek! proviciat! -anTi-

BUDI SETIYONO said...

anti,

Thanks. Selamat menulis..